![]() |
Pasokan Lele di Kudus Masih Kurang, Kesempatan Berwirausaha Terbuka lebar |
Ir R.A Amiputri, Kasie Produksi Perikanan Bidang Perikanan Dinas Pertanian dan Pangan Pemkab Kudus, mengungkapkan bahwa saat ini produksi lele konsumsi di Kabupaten Kudus masih sangat jauh dari kebutuhan. Kekurangan pasokan diisi oleh para tengkulak yang membeli dari luar Kudus. Seperti Kabupaten Pati dan Demak. Bahkan kadang-kadang mendatangkan ikan lele dari wilayah Jawa Timur yakni Tulungagung, Blitar dan Kediri.
“Produksi ikan budidaya di Kudus pada sementer pertama tahun 2017 ini yang berasal dari kolam besar dan kecil mencapai 937 ton. Semua jenis ikan sebanyak itu dibudidayakan dari kolam sejumlah 80 hektar. Angka tadi dari semua jenis ikan lho ya, bukan hanya jenis lele” ujar Amiputri.
Angka 937 ton apabila dihitung perhari maka akan ketemu jumlah produksi 5,2 ton total semua jenis ikan budidaya. Khusus untuk jenis ikan lele dua pertiganya atau 3,4 ton. Sedangkan kebutuhan di Kudus apabila dihitung berdasarkan target konsumsi ikan 14 kilogram perkapita pertahun, maka ketemu angka pasokan 33 ton perhari. Diasumsikan duapertiga dari angka itu jenis lele maka dibutuhkan lele 22 ton perhari.
“Saat ini jumlah ikan lele dari Kudus 3,4 ton perhari. Ditambah lima orang tengkulak yang mendatangkan ikan lele dari Demak, Pati dan Boyolali sekitar paling banyak 10 sampai12 ton. Sebenarnya masih ada 10 tengkulak ikan lainnya yang sering mendatangkan dari luar kota, tapi mereka tidak dibidang lele. Seperti mendatangkan bandeng, ikan laut, gurami, nila dan lainnya. Jadi masih ada kekurangan sekitar 10 ton perhari. Angka ini bisa semakin bertambah karena jumlah penduduk di Kudus juga bertambah dan pelaku usaha warung pinggir jalan juga bertambah. Jadi Kudus sangat kekurangan pasokan. Ini peluang untuk budidaya”, jelasnya.
Amiputri menyayangkan peluang ini belum bisa dimanfaatkan oleh warga atau pembudidaya ikan lele karena terhambat harga pakan. Selain itu, warga yang melakukan usaha pembesaran lele juga hanya sebagai sampingan. Bukan sebagai usaha utama.
“Jumlah pembudidaya terus menurun. Awal tahun terdata 1600-an, tetapi sekarang sekitar seribuan. Ya itu, tadi karena pakan yang mahal sehingga perhitungan mereka sangat tipis. Selain itu juga mereka pas ada kebutuhan seperti menyekolahkan anak atau kebutuhan lain, maka dana untuk budidaya lele dipindahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut”, urainya.
“Kalau secara pemasaran tidak ada masalah. Sebab ketika pemilik kolam sudah diketahui tengkulak, maka setiap panen akan didatangi”, imbuhnya.
Isnuroso, Kasie Usaha Perikanan, menambahkan, sebagai salahsatu solusi dari Dinas Pertanian dan Pangan yakni dengan melakukan pelatihan gerakan pakan mandiri. Sehingga dihasilkan pakan yang murah namun kualitas tidak kalah dengan pabrikan.
“Beberapa waktu lalu sudah kita lakukan ke puluhan pembudidaya dan pelaku usaha bidang perikanan. Bagaimana supaya bisa membuat pakan sendiri dengan memanfaatkan potensi lokal setempat. Jadi tidak tergantung pakan pabrikan dan tidak terhambat mahalnya pakan. Bahan pakan pabrik kan berasal dari import sehingga cenderung naik. Nah, dengan bahan lokal malah bisa gratis karena tinggal mengambil dari lokasi sekitar ,” tambah Isnuroso.
Solusi lainnya yakni berkoordinasi dengan Dinas perdagangan yang mengelola pasar agar menyediakan khusus kawasan perdagangan ikan. Tujuanya agar pembudidaya bisa memotong mata rantai perdagangan sehingga langsung ke konsumen.
“Saat ini harga di kolam pembudidaya lele ke tengkulak perkilo Rp 16 ribu untuk lele konsumsi. Sedangkan di pasar pada awal Agustus ini harganya Rp 22 ribu-an. Nah, kalau ada pasar ikan yang setiap standnya dari para pembudidaya lele tentu akan semakin menggairahkan dalam usahanya. Sehingga menjadikan sebagai usaha utama bukan sampingan lagi,” jelasnya.
Selain itu, masih kata Isnuroso, Bidang Perikanan juga mengusulkan perubahan status BBI Hadipolo dan Margorejo menjadi Unit Pelayanan Teknis (UPT). Hal ini sebagai upaya untuk peningkatan pelayanan pembenihan ikan pada para pembudidaya ikan di Kudus. Sebab saat ini BBI Hadipolo sudah mendapatkan sertifikasi untuk memproduksi benih lele dan nila.
“Bapak Catur Sulistiyanto selaku Kepala Dinas Pertanian dan Pangan mendukung perubahan status BBI ini. Sehingga nanti UPT benih ikan akan mampu beroperasional dalam melayani kebutuhan masyarakat untuk benih lele dan nila. Jadi, nanti benih lele yang dibesarkan oleh warga lebih berkualitas dibandingkan sebelumnya ,” tandasnya. (dispertan Kudus)
0 komentar: