DPR Dorong Pembentukan Kementerian Pangan, Bulog Dinilai Layak Naik Status
JAKARTA, 14 Oktober 2025 – Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menyatakan dukungannya terhadap wacana peningkatan status Perum Bulog menjadi Kementerian Pangan. Menurutnya, langkah tersebut penting untuk memperkuat tata kelola pangan nasional yang selama ini dinilai masih berbelit dan kurang efisien.
Firman menjelaskan, ide pembentukan Kementerian Pangan bukan gagasan baru. Usulan itu, kata dia, merupakan lanjutan dari konsep lama yang sempat tertunda sejak masa pemerintahan sebelumnya. Ia menilai, Bulog memiliki posisi strategis sebagai penyangga harga dan pengendali stok pangan, sehingga sudah semestinya diberikan kewenangan yang lebih besar dan terintegrasi.
"Pangan adalah hak asasi manusia dan amanat konstitusi. Karena itu, negara wajib memastikan ketersediaan dan keterjangkauannya melalui lembaga yang kuat," ujar Firman, dikutip dari Parlementaria, di Jakarta.
Warisan IMF dan Kebutuhan Reformasi Tata Pangan
Firman mengungkapkan, perubahan status Bulog menjadi perusahaan umum (Perum) merupakan konsekuensi dari perjanjian Letter of Intent (LoI) antara Pemerintah Indonesia dan IMF saat krisis ekonomi 1998. Namun, setelah seluruh utang kepada IMF lunas di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kesepakatan itu dinilai tidak lagi mengikat.
Oleh sebab itu, revisi terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menjadi momentum penting untuk mengembalikan Bulog ke fungsi idealnya, yakni memiliki kewenangan penuh dalam menjaga stabilitas harga dan stok bahan pokok nasional.
Evaluasi Badan Pangan Nasional dan Wacana Struktur Baru
Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut juga menilai keberadaan Badan Pangan Nasional (Bapanas) justru menambah lapisan birokrasi. Akibatnya, Bulog hanya berperan sebagai pelaksana operasi pasar tanpa otoritas strategis dalam pengendalian harga.
"Kondisi ini menyebabkan sistem distribusi pangan menjadi carut-marut," tegasnya.
Firman menjelaskan, DPR saat ini tengah membahas revisi undang-undang untuk memperkuat kelembagaan pangan nasional. Dalam rancangan tersebut, Bulog akan ditingkatkan menjadi Kementerian Pangan, di mana Menteri Pangan bertindak sebagai regulator, dan Kepala Bulog (Kabulog) sebagai eksekutor lapangan.
"Dengan sistem satu pintu, Bulog akan memiliki otoritas dalam distribusi dan pengendalian harga tanpa harus bergantung pada Kementerian Perdagangan atau Pertanian," jelasnya.
Distribusi Terkonsolidasi, Produksi Tetap di Kementan
Firman menegaskan bahwa Kementerian Pertanian cukup berfokus pada produksi pangan, sementara urusan distribusi dan stabilisasi harga dikelola oleh Kementerian Pangan. Dengan skema itu, pemerintah diharapkan dapat mengendalikan harga beras secara efektif, dengan target penguasaan 60–70 persen pasokan nasional oleh Bulog, sementara sisanya dikelola sektor swasta untuk beras premium.
"Kalau Kementerian Pertanian masih harus mengurus dari produksi sampai hilir, itu terlalu berat. Lebih baik fokus di hulu, sementara distribusi diatur oleh Bulog," ujarnya.
Sebagai salah satu penyusun Undang-Undang Pangan, Firman menegaskan bahwa perubahan struktur kelembagaan ini bukan semata soal posisi, tetapi arah baru menuju kemandirian dan kedaulatan pangan nasional.
"Dengan sistem yang kuat dan terintegrasi, kita bisa memastikan pangan tersedia, terjangkau, dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia," pungkasnya.
0 komentar: