Tambang Ilegal di Lereng Merapi Rugikan Negara Rp3 Triliun, Satu Orang Resmi Jadi Tersangka
JATENG – PNetwork,
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri menetapkan satu tersangka dalam kasus tambang pasir ilegal di kawasan Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM), Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Kasus ini terungkap setelah tim Bareskrim melakukan penggerebekan besar-besaran di kawasan lereng Merapi pada Sabtu (1/11/2025). Dari hasil penyelidikan, nilai transaksi aktivitas tambang ilegal tersebut diperkirakan mencapai Rp3 triliun.
Wakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Nunung Syaifuddin mengungkapkan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah pemeriksaan intensif terhadap sejumlah saksi.
"Untuk saat ini kita sudah tetapkan satu tersangka dari beberapa lokasi yang diperiksa, dan kita akan terus kembangkan," ujar Nunung seusai menghadiri Focus Group Discussion (FGD) di Jakarta Selatan, Selasa (4/11/2025).
Ia menjelaskan, penyidik kini tengah berkoordinasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah untuk menelusuri izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah tersebut.
"Kita akan koordinasi dengan Kepala Dinas ESDM setempat untuk mengecek mana tambang yang berizin dan mana yang ilegal," tambahnya.
Menurut Nunung, ada tiga titik lokasi utama yang menjadi fokus penyelidikan. Ia menegaskan bahwa kepolisian berkomitmen menindak tegas seluruh bentuk penambangan ilegal yang merusak lingkungan hidup dan merugikan negara.
"Berdasarkan laporan Ditipidter dan ESDM, estimasi nilai ekonomi yang beredar selama sepuluh tahun mencapai sekitar Rp3 triliun," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Moh Irhamni menuturkan bahwa dalam operasi penggerebekan, pihaknya menemukan 39 depo penampungan yang menerima hasil dari 36 titik tambang tanpa izin.
"Kerugian negara sangat besar. Uang beredar Rp3 triliun ini tidak dipungut pajak dan tidak ada kewajiban yang dibayarkan kepada pemerintah," jelas Irhamni.
Dari hasil penyelidikan, kegiatan tambang ilegal tersebut diduga telah berlangsung selama dua tahun terakhir dengan volume produksi mencapai 21 juta meter kubik pasir.
"Kalau dihitung dua tahun terakhir, nilainya Rp3 triliun. Jika mundur lebih jauh, tentu jumlahnya lebih besar lagi," imbuhnya.
Irhamni menegaskan, apabila aktivitas tersebut dilakukan secara resmi dengan izin pemerintah, hasil tambang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
> "Kalau resmi, pajak dan retribusinya bisa untuk masyarakat dan pembangunan Provinsi Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Magelang," pungkasnya.
Kasus tambang ilegal di lereng Merapi ini menjadi perhatian publik karena nilai transaksinya yang fantastis serta dampaknya terhadap ekosistem taman nasional dan lingkungan sekitar.
Polisi memastikan penyidikan akan terus berlanjut hingga seluruh pihak yang terlibat diproses sesuai hukum yang berlaku.
0 komentar: